“Jadi Badan Intelijen Strategis TNI bekerja, Gubernur Sulu juga bekerja, tanpa uang sepeserpun dari perusahaan. Tapi ini bukan ujug-ujug berhasil. Kami bekerja ini resmi dengan pemerintah Filipina,” ujar Mayjen (Purn) Kivlan Zein selaku negosiator.
Pemerintah tak menjelaskan sama sekali bagaimana proses pembebasan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera Abu Sayyaf. Namun, pelan-pelan, pihak-pihak yang terkait dengan pembebasan itu mulai bersuara menjelaskan apa yang terjadi di balik negosiasi di Filipina.
Salah satu orang yang terlibat langsung proses dalam negosiasi tersebut adalah Mayjen (Purn) Kivlan Zein selaku negosiator. Kivlan menyebut keberhasilan ini bukan hasil kerja dalam beberapa hari, namun melalui proses selama lebih dari satu bulan.
Mantan Kepala Staf Kostrad itu menceritakan para negosiator telah sampai di Filipina Selatan pada 26 April 2016, untuk menemui orang-orang yang memiliki akses dengan para penyandera di Jolo dan Zamboanga. Keesokan harinya, dia meminta akses melalui para tokoh berpengaruh di Filipina selatan. Salah satunya pemimpin Moro National Liberation Front (MNLF), Nur Misuari.
“Saya tanggal 2 [April] datang, ketemu dengan Nur Misuari, yang bekas anak buahnya [terlibat dengan Abu Sayyaf]. Ada pernyataan, bahwa bekas anak buahnya melakukan penyanderaan, lalu dilakukanlah negosiasi,” cerita Kivlan dari Zamboanga, Minggu (1/5/2016) malam, yang ditayangkan live di TV One.
Menurut Kivlan, sebagai mantan komandan gerilyawan Mindanao Selatan, Nur Misuari masih punya pengaruh besar di kawasan itu, termasuk para gerilyawan di Sulu. Kivlan punya hubungan baik dengan Nur Misuari dan pemerintah Filipina karena keberhasilannya membujuk pemimpin MNLF itu untuk berhenti mengangkat senjata melawan pemerintah Manila.
“Kita sudah melalui negosiasi secara kekeluargaan, sehingga keponakan Nur Misuari, yang jadi sultan atau Gubernur Sulu, diminta membujuk para penyandera. Gubernur ini orang berpengaruh di Sulu,” kata Kivlan.
Proses negosiasi ini berjalan cukup lama dengan melibatkan para purnawirawan angkatan bersenjata Filipina, militer Filipina, dan seluruh tokoh masyarakat setempat, termasuk para kepala desa. Hingga akhirnya, pagi tadi kesepuluh WNI ini didrop di depan rumah Gubernur Sulu di Jolo.
“Jadi Badan Intelijen Strategis TNI bekerja, Gubernur Sulu juga bekerja, tanpa uang sepeserpun dari perusahaan. Tapi ini bukan ujug-ujug berhasil. Kami bekerja ini resmi dengan pemerintah Filipina,” ujarnya.
Di lain pihak, militer Filipina juga berperan dengan melakukan tekanan-tekanan dan pengepungan ke basis-basis Abu Sayyaf di Sulu. Dengan demikian, mereka kian terdesak dan kondisi ini mempermudah negosiasi pembebasan sandera. Baca juga: Pemerintah Bungkam Soal Tebusan, 10 Sandera Diterbangkan ke Jakarta.
Kivlan pun menegaskan hal ini bukan kerja partai atau pihak tertentu yang muncul di akhir pembebasan. Dia menekankan ini adalah hasil kerja sama pemerintah Filipina dan Indonesia.
“Ini G to G, bukan partai per partai, bukan person per person. Jadi itu, hubungannya G to G. Semuanya, pemerintah Filipina sangat berperan, dari gubernur sampai kepala desa, dan Nur Misuari teman saya saat 1996. Semua itu bukan pekerjaan saya atau perusahaan, ini pemerintah filipina, dengan tekanan, pengepungan,” tuturnya.
(portalpiyungan.com)