Kasus Mafia Tanah di Blora, Komnas HAM Surati Irwasda Polda Jateng

oleh -
Kasus Mafia Tanah di Blora, Komnas HAM Surati Irwasda Polda Jateng

Blora – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menduga bahwa penyidik Polda Jawa Tengah tidak profesional dalam mengurus kasus mafia tanah yang menimpa seorang ASN bernama Sri Budiyono.

Dugaan Komnas HAM itu tertuang dalam surat dengan nomor 1236/PM.OO/K/X/2023. Surat tersebut ditujukan kepada Irwasda Polda Jateng.

“Saya keluarga, dan kuasa hukum menyampaikan terima kasih atas perhatian dari Komnas HAM terhadap kasus mafia tanah yang menimpa kami. Kami sudah menerima salinan surat dari Komnas HAM untuk Irwasda Polda Jateng” kata Budiyono memulai keterangan persnya, Selasa (31/10/2023).

Budiyono lantas membacakan 3 poin penting yang disampaikan oleh Komnas HAM kepada Irwasda Polda Jateng, yakni;

1. Pasal 3 ayat (2) UU HAM, menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pangakuan, jaminan perlindungan dan pengakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum”.

2. Pasal 17 UU HAM, menyatakan bahwa “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”.

3. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, menyatakan bahwa “Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun”.

Dalam surat juga tertulis, Komnas HAM meminta agar Saudara segera menindaklanjuti surat ini sebagai bagian dari upaya perlindungan, pemenuhan, dan penegakan HAM di Indonesia, sesuai Pasal 8 UU HAM dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dugaan Penipuan Akibat Hutang

Menurut Budiyono, kepercayaan merupakan hal yang mestinya dijaga para pihak dalam hal jual beli maupun hutang piutang. Namun kepercayaan dirinya terhadap Abdullah Aminudin dibalas dengan kasus dugaan penipuan.

“Jadi, kasus mafia tanah ini awalnya memang dari pinjaman dengan agunan sertifikat tanah, buktinya ada,” ujarnya.

Budiyono lanjut menjelaskan, ia meminjam uang sekitar Rp 100 juta kepada anggota DPRD Blora, Abdullah Aminudin. Selang 3 bulan berlalu, tepatnya pada akhir Januari 2021, dirinya mendapat kabar gembok kunci pagar rumah yang berdiri di atas tanah tersebut, telah dirusak dan diganti dengan kunci gembok yang baru.

Tak hanya itu, ia juga kaget karena mendapati sertifikat Hak Milik Tanah (SHM) atas nama Sri Budiyono telah dibalik nama menjadi atas nama Abdullah Aminudin.

Atas perkara tersebut, dirinya lantas melaporkan pelaku Abdullah Aminudin dan notaris tanah yang bernama Elizabeth Estiningsih ke SPKT Polda Jawa Tengah pada tahun 2021 silam.

Laporan tersebut diterima dengan tanda bukti laporan Nomor : STTLP/237/XII/2021/JATENG/SPKT tanggal 7 Desember.

Polda Jawa Tengah akhirnya menetapkan oknum anggota DPRD Kabupaten Blora berinisial AA dan notaris setempat berinisial EE sebagai tersangka. Namun, keduanya tak ditahan oleh Dirreskrimum Polda Jawa Tengah.

“Namun dari laporan tersebut tidak membuat masalah ini selesai. Pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jateng masih bebas berkeliaran, dan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Blora,” paparnya.

Lanjutnya, pelaku menang dalam kasus tersebut. Kendati demikian, ia tidak mau menyerah dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Semarang,

“Di Pengadilan Tinggi Semarang, Alhamdulillah saya menang, majelis hakim memperhatikan dengan detail kasus tersebut,” terang Budiyono.

Perjuangan Sri Budiyono untuk memperoleh keadilan dan kepastian hukum atas kasusnya ini bisa dibilang penuh liku. Hingga dirinya sempat meminta perhatian dari berbagai pihak, antara lain dari anggota DPR RI, Kantor Kepala Staf Kepresidenan, dan Kemenkopolhukam. (*)

 

Comments

comments