“Jadilah Pemuda yang Mempersatukan Bukan Meng-kotak-Kotak-an”
By: ASKOM/Asep Komarudin
Jika kita melihat sejarah sejak Soetomo mendirikan Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang menginspirasi lahirnya organisasi dan partai baru di negeri ini, sehingga lahirnya organisasi-organisasi seperti “Sarekat Dagang Islam” yang kemudian menjadi “Serikat Islam (SI)” pimpinan Tjokroaminoto, “partai politik Indische,” “Trikoro Darmo” yang kemudian menjadi Jong Java, dan di Indonesia timur lahir “Jong Ambon, Jong Selebes, serta Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi” dan lain-lain yang setiap tanggal 20 Mei setiap tahunnya diperingati sebagai “Hari Kebangkitan Nasional”.
Selanjutnya, pada tanggal 15 November 1925 pertemuan organisasi pelajar dan pemuda yang terdiri dari Jong Java, Jong Sumatra Bond, Jong Ambon, Jong Sumatera Bond, Pelajar Minahasa, Sekar rukun, dan Peminat Perorangan membentuk Panitia KONGRES PEMUDA PERTAMA, hingga telaksananya Kongres Pemuda Pertama pada tahun 1926. Dalam kongres ini diusulkan untuk dilakukan fusi semua organisasi yang ada di tanah air dalam satu wadah persatuan.
Namun belum adanya kesepakatan mengenai fusi organisasi pemuda pada Kongres Pemuda Ke-1, kemudian mendorong diadakan Kongres Pemuda Ke-2, kongres yang diketuai oleh Sugondo Joyopuspito yang dilaksanakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 di Jalan Kramat 106 Jakarta yang dulunya merupakan tempat berkumpulnya “Jong Java”, pada Kongres Pemuda Ke-2 tanggal 28 Oktober 1928 tersebut seluruh organisasi pemuda melebur dalam satu wadah bernama Indonesia Muda dan disatukan dalam satu ikrar bersama yang bernama “Sumpah Pemuda”. Setelah Indonesia merdeka dan beralihnya Era Orde Lama menjadi Era Orde Baru dengan ideologi pembangunan, kembali pemuda Indonesia menggelorakan semangat persatuan tepatnya pada tanggal 22 Januari 1972 melalui beberapa organisasi kemahasiswaan saat itu yaitu: HMI, GMNI, PMKRI, GMKI dan PMII membentuk wadah informal kaum muda yang diberi nama “kelompok Cipayung”.
Kelompok Cipayung ini bertujuan untuk mencairkan kebekuan komunikasi politik dengan cara konsultatif maupun merangkul sejumlah elemen organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan yang ada pada saat itu.
Kelompok Cipayung inilah cikal bakal lahirnya Deklarasi Pemuda Indonesia yang dikumandangkan oleh sejumlah Organisasi Kemasyarakat Pemuda pada 23 Juli 1973, yang kemudian menjadi landasan lahirnya Komite Nasional Pemuda Indonesia atau KNPI.
KNPI muncul dari tuntutan sejarah bahwa Kaum Muda wajib mengambil peran untuk mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan KNPI, pemuda diharapkan mampu mengarahkan langkahnya sendiri secara berdikari dengan tepat dan berguna bagi nusa, bangsa dan rakyat Indonesia. Karena KNPI sebagai satu-satunya wadah berhimpun Organisasi Kemasyarakatan Pemuda atau OKP di Indonesia (Anggaran Dasar KNPI BAB IV Pasal 5/Satus), Ia (KNPI) bersifat terbuka dan Independen (Anggaran Dasar KNPI BAB IV Pasal 6/Sifat) dari intervensi dan pengaruh pihak manapun. Dengan Kedalulatan KNPI berada ditangan anggota dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Kongres (Anggaran Dasar KNPI BAB III Pasal 4/Kedualtan) di tingkat pusat dan Musyawarah Daerah di tingkat Provinsi dan Kota/Kabupaten, KNPI Memiliki tiga fungsi utama, yaitu: pertama, KNPI adalah sebagai wadah perekat kemajemuakan Pemuda Indonesia…, kedua, KNPI adalah sebagai laboratorium kader Pemuda Indonesia… guna terjaminnya proses regenerasi kesinambungan masa depan bangsa, dan ketiga, KNPI adalah sebagai wadah perjuangan Pemuda Indonesia… dalam mempercepat terciptanya masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. (Anggaran Dasar KNPI BAB IV Pasal 7/Fungsi).
Hal itu cukup menjadi bukti yang menunjukan bahwa “Pemuda” adalah pendiri bangsa ini, dan bahwa Pemuda-lah yang pertama mengumandangkan nama “Indonesia” yang terlihat ketika Kongres Pemuda Ke-2 yang menamakan fusi seluruh organisasi di nusantara ini dengan nama “Indonesia Muda”, dan lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” karya W.R. Supratman yang untuk pertama kalinya dinyanyikan adalah pada saat KONGRES PEMUDA KEDUA tersebut yaitu tanggal 28 Oktober 1928.
Jadi, kata “Pemuda” sejatinya adalah identik dengan kata “Indonesia” dan “persatuan” atau “mempersatukan” bukan meng-kotak–kotak-an, apa lagi menjadi pelopor perpecahan dan dualisme, itu bukan hakikinya Pemuda.
Maka jadilah pemuda sebagai “pelopor persatuan,” pemuda yang mempersatukan bukan mengkotak-kotakan. Jika sejarah Pemuda dalam perjalanan KNPI pernah mengalami dinamika berupa dualiasme dan perpecahan yang seakan kita telah mengingkari hakiki jati diri dari berdirinya KNPI selama hampir satu dekade sejak tahun 2008 hingga akan memasuki tahun 2018. Maka anggap saja hal itu sebagai bagian dari dinamika yang telah kita lewati melalui simponi dialektika organisasi guna melahirkan generasi-generasi bangsa yang memiliki jati diri dan menjadi negarawan-negarawan sejati, yang siap mengabdi untuk negeri yang kita cintai bukan sekedar mengikuti keinginan pribadi atau kepuasan kelompok tersendiri. Biarlah itu menjadi romantika sejarah yang harus kita lewati dan tak perlu kita ulangi jika kita semua mau mempelajari setiap jengkal histori yang penuh dengan misteri.
Marilah kita menatap masa depan sejarah baru pemuda bangsa ini dengan penuh opitimisme dan kekuatan inspirasi dari para pendiri negeri, untuk kembali melajutkan menorehkan sejarah pemuda “jaman now”, pemuda yang menjadi kebanggaan sejarah bangsa di masa yang akan datang, yaitu pemuda yang mampu melanjutnya semangat para pendiri KNPI agar Kaum Muda dapat mengambil peran untuk mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta menorehkan tinta emas sejarah narasi besar pemuda Indonesia menjadikan bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang Hebat, Berdaulat, Adil dan Makmur.
Untuk itu …
“Waktunya Kita Bersama, Merajut Kebersamaan, Merangkai Harmoni … MENJADI PEMUDA HEBAT Pemuda yang Berdaya, Berdikari, Berwibawa dan Bersahaja….” ***
#BeraniBersatu #MenjadiPemudaHebat #YakinPastiBisa #ASKOM
Penulis : Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD KNPI Provinsi Jawa Barat Periode 2014-2017 dan Ketua PW ISARAH Jawa Barat serta Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung